sebelumnya tak ada yang mampu mengajakku untuk bertahan reff: sebelumnya tak mudah bagiku sebelumnya rasanya tak perlu repeat reff bila suatu saat kau harus pergi repeat reff
di kala sedih
sebelumnya ku ikat hatiku
hanya untuk aku seorang
sekarang kau di sini hilang rasanya
semua bimbang tangis kesepian
kau buat aku bertanya
kau buat aku mencari
tentang rasa ini
aku tak mengerti
akankah sama jadinya
bila bukan kamu
lalu senyummu menyadarkanku
kau cinta pertama dan terakhirku
tertawa sendiri di kehidupan
yang kelam ini
membagi kisahku saat ada yang mengerti
sekarang kau di sini hilang rasanya
semua bimbang tangis kesepian
jangan paksa aku tuk cari yang lebih baik
karena senyummu menyadarkanku
kaulah cinta pertama dan terakhirku
Sabtu, 22 Mei 2010
Cinta pertama dan terakhir
Diposting oleh Walid Waliyuddin di 07.07 0 komentar
Label: lirik lagu
Sabtu, 15 Mei 2010
jadilah orang berguna..............
aQ ingin masa masa remaja ini ternodai....
aQ ingin Q hapus masa burukQ ....
YA ALLAH ...
ampunilah dosa dosa Q slama ni.......
Diposting oleh Walid Waliyuddin di 04.32 0 komentar
Rabu, 12 Mei 2010
Jumat, 07 Mei 2010
Kamis, 06 Mei 2010
mY puiSi
SEBUAH ANGAN DAN CITA
Indahnya senyuman hati ...........
membuat perasaan menjadi termenung....
termenung,.....menunggu semua yg tlah terjadi
slama ini........
sgala rintangan & cobaan,
slama ini adalah sebuah pertanyaan untuk menggapai
sebuah anganQ.....
sgala rintangan & cobaan yang Q alami,
mungkin sedikitnya tlah Q curahkan semua
di hadan mu
menjadi sebuah nasihat
yang mungkin sebuah nasihat itu
menjadi awal dari sebuah angan & cita untukQ
dulunya yang aQ penuh dgan kesalahan
yang mngkin tak mgnin bisa diobati,
ternyata itu adlah sebuah jawaban dari mu
mengubah sgala yg Q alami
Dulu yag hatiQ ternodai oleh hal hal yang spt itu
tapi sekarang hatiQ mulai menjadi bening,
sebening jawaban yg amu ugkapkan ke Q ,
spt pasir,,,,,,,,,,,,
pasir yang dukunya pahit,,,,
kini menjadi manis , semanis gula,
Tangisan hati yag slama ini di benakQ ,
menjadi mereda kala sang mentari di pagi hari,.
Aq ingin smua nya terjadi,,,,
aq ingin tergapainya angan dan cita Q.......................
Diposting oleh Walid Waliyuddin di 00.32 0 komentar
Label: puisi
Rabu, 05 Mei 2010
Q ingin slamanya
Cinta adalah misteri dalam hidupku
namun tak seperti cintaku pada dirimu
yang harus tergenapi dalam kisah hidupku
Reff:
Ku ingin slamanya mencintai dirimu
sampai saat ku akan menutup mata dan hidupku
ku ingin slamanya ada di sampingmu
menyayangi dirimu sampai waktu kan memanggilku
Ku berharap abadi dalam hidupku
mencintamu bahagia untukku
karena kasihku hanya untuk dirimu
selamanya kan tetap milikmu
Di relung sukmaku
ku labuhkan sluruh cintaku
di hembus nafasku
ku abadikan sluruh kasih dan sayangku
Diposting oleh Walid Waliyuddin di 05.26 0 komentar
Label: lirik lagu
Abu Nawas Masuk Penjara
Abu Nawas masih mengeram di asuk penjara. Namun begitu Abu Nawas masih bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan memakai tangan orang lain. Baginda berpikir. Sejenak kemudian beliau segera memerintahkan sipir penjara untuk membebaskan Abu Nawas. Baginda Raja tidak ingin menanggung resiko yang lebih buruk. Karena akal Abu Nawas tidak bisa ditebak. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih sanggup menyusahkan orang.
Keputusan yang dibuat Baginda Raja untuk melepaskan Abu Nawas memang sangat tepat. Karena bila sampai Abu Nawas bertambah sakit hati maka tidak mustahil kesusahan yang akan ditimbulkan akan semakin gawat. Kini hidung Abu Nawas sudah bisa menghirup udara kebebasan di luar. Istri Abu Nawas menyambut gembira kedatangan suami yang selama ini sangat dirindukan. Abu Nawas juga riang. Apalagi melihat tanaman kentangnya akan membuahkan hasil yang bisa dipetik dalam waktu dekat.
Abu Nawas memang girang bukan kepalang tetapi ia juga merasa gundah. Bagaimana Abu Nawas tidak merasa gundah gulana sebab Baginda sudah tidak lagi memakai perangkap untuk memenjarakan dirinya. Tetapi Baginda Raja langsung memenjarakannya. Maka tidak mustahil bila suatu ketika nanti Baginda langsung menjatuhkan hukuman pancung. Abu Nawas yakin bahwa saat ini Baginda pasti sedang merencanakan sesuatu. Abu Nawas menyiapkan payung untuk menyambut hujan yang akan diciptakan Baginda Raja.
Pada hari itu Abu Nawas mengumumkan dirinya sebagai ahli nujum atau tukang ramal nasib. Sejak membuka praktek ramal-meramal nasib, Abu Nawas sering mendapat panggilan dari orang-orang terkenal. Kini Abu Nawas tidak saja dikenal sebagai orang yang handal dalam menciptakan gelak tawa tetapi juga sebagai ahli ramal yang jitu.
Mendengar Abu Nawas mendadak menjadi ahli ramal maka Baginda Raja Harun Al Rasyid merasa khawatir. Baginda curiga jangan-jangan Abu Nawas bisa membahayakan kerajaan. Maka tanpa pikir panjang Abu Nawas ditangkap. Abu Nawas sejak semula yakin Baginda Raja kali ini bemiat akan menghabisi riwayatnya. Tetapi Abu Nawas tidak begitu merasa gentar. Mungkin Abu Nawas sudah mempersiapkan tameng. Setelah beberapa hari meringkuk di dalam penjara, Abu Nawas digiring menuju tempat kematian.
Tukang penggal kepala sudah menunggu dengan pedang yang baru diasah. Abu Nawas menghampiri tempat penjagalan dengan amat tenang. Baginda merasa kagum terhadap ketegaran Abu Nawas. Tetapi Baginda juga bertanya-tanya dalam hati mengapa Abu Nawas begitu tabah menghadapi detik-detik terakhir hidupnya. Ketika algojo sudah siap mengayunkan pedang, Abu Nawas tertawa-tawa sehingga Baginda menangguhkan pemancungan.
Beliau bertanya, "Hai Abu Nawas, apakah engkau tidak merasa ngeri menghadapi pedang algojo?"
"Ngeri Tuanku yang mulia, tetapi hamba juga merasa gembira." jawab Abu Nawas sambil tersenyum.
"Engkau merasa gembira?" tanya Baginda kaget.
"Betul Baginda yang mulia, karena tepat tiga hari setelah kematian hamba, maka Baginda pun akan mangkat menyusul hamba ke liang lahat, karena hamba tidak bersalah sedikit pun." kata Abu Nawas tetap tenang. Baginda gemetar mendengar ucapan Abu Nawas. dan tentu saja hukuman pancung dibatalkan.
Abu Nawas digiring kembali ke penjara. Baginda memerintahkan agar Abu Nawas diperlakukan istimewa. Malah Baginda memerintahkan supaya Abu Nawas disuguhi hidangan yang enak-enak. Tetapi Abu Nawas tetap tidak kerasa tinggal di penjara. Abu Nawas berpesan dan setengah mengancam kepada penjaga penjara bahwa bila ia terus-menerus mendekam dalam penjara ia bisa jatuh sakit atau meninggal Baginda Raja terpaksa membebaskan Abu Nawas setelah mendengar penuturan penjaga penjara
Diposting oleh Walid Waliyuddin di 01.29 0 komentar
Label: hikayat
Selasa, 04 Mei 2010
Senin, 03 Mei 2010
Hikayat Abu Nawas:
Pesan Bagi Para Hakim
Siapakah Abu Nawas ? Tokoh yang dinggap badut namun juga dianggap ulama besar ini- sufi, tokoh super lucu yang tiada bandingnya ini aslinya orang Persia yang dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz meninggal pada tahun 819 M diBaghdad. Setelah dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana ia belajar bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengan orang-orang badui padang pasir. Karena pergaulannya itu ia mahir bahasa Arab dan adat istiadat dan kegemaran orang Arab, la juga pandai bersyair, berpanlun dan menyanyi. la sempat pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad.
Mari kita mulai kisah penggeli hati ini. Bapaknya Abu Nawas adalah Penghulu Kerajaan Baghdad bernama Maulana. Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas yang sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia.
Abu Nawas dipanggil ke istana. la diperintah Sultan (Raja) untuk mengubur jenazah bapaknya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tatacara memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan men-do’akannya. Maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya.
Namun..,demi mendengar rencana sang Sultan. Tiba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi gila.
Usai upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil batang sepotong batang pisang dan diperlakukannya seperti kuda, ia menunggang kuda dari batang pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya. Orang yang melihat menjadi terheran-heran dibuatnya.
Pada hari yang lain ia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup banyak untuk pergi ke makam bapaknya. Dan di atas makam bapaknya itu ia mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.
Kini semua orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila karena ditinggal mati oleh bapaknya.
Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al Rasyid datang menemui Abu Nawas.
“Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk menghadap ke istana.” kata wazir utusan Sultan.
“Buat apa sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya.” jawab Abu Nawas dengan entengnya seperti tanpa beban.
“Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu.”
“Hai wazir, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan di sungai supaya bersih dan segar.” kata Abu Nawas sambil menyodorkan sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan.
Si wazir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas. “Abu Nawas kau mau apa tidak menghadap Sultan?” kata wazir.
“Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mau.” kata
Abu Nawas.
“Apa maksudnya Abu Nawas?” tanya wazir dengan rasa penasaran.
“Sudah pergi sana, bilang saja begitu kepada rajamu.” sergah Abu Nawas sembari menyaruk debu dan dilempar ke arah si wazir dan teman-temannya.
Si wazir segera menyingkir dari halaman rumah Abu Nawas. Mereka laporkan keadaan Abu Nawas yang seperti tak waras itu kepada Sultan Harun Al Rasyid.
Dengan geram Sultan berkata,”Kalian bodoh semua, hanya menghadap-kan Abu Nawas kemari saja tak becus! Ayo pergi sana ke rumah Abu Nawas bawa dia kemari dengan suka rela ataupun terpaksa.”
Si wazir segera mengajak beberapa prajurit istana. Dan dengan paksa Abu Nawas di hadirkan di hadapan raja.
Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas berlagak pilon bahkan tingkah-nya ugal-ugalan tak selayaknya berada di hadapan seorang raja.
“Abu Nawas bersikaplah sopan!” tegur Baginda. “Ya Baginda, tahukah Anda……?”
‘Apa Abu Nawas…?”
“Baginda…terasi itu asalnya dari udang !”
“Kurang ajar kau menghinaku Nawas !”
“Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi?”
Baginda merasa dilecehkan, ia naik pitam dan segera member! perintah kepada para pengawalnya.
“Hajar dia ! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali.”
Wah-wah! Abu Nawas yang kurus kering itu akhirnya lemas tak berdaya dipukuli tentara yang bertubuh kekar.
Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbang kota, ia dicegat oleh penjaga.
“Hai Abu Nawas! Tempo hari ketika kau hendak masuk kekota ini kita telah mengadakan perjanjian. Masak kau lupa pada janjimu itu?Jika engkau diberi hadiah oleh Baginda maka engkau berkata: Aku bagi dua; engkau satu bagian, aku satu bagian. Nan, sekarang mana bagianku itu?”
“Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadtah Baginda yang diberikan kepadaku tadi?”
“lya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?”
“Balk, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!”
“Wah ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan sudah sering menerima hadiah dari Baginda.”
Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar lalu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluh lima kali.Tentu saja orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila.
Setelah penunggu gerbang kota itu klenger Abu Nawas meninggalkan-nya begitu saja, ia terus melangkah pulang ke rumahnya.
Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan Harun Al Rasyid.
“Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang telah memukul hamba sebanyak dua puluh lima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohom keadilan dari Tuanku Baginda.”
Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas berada di hadapan Baginda ia ditanya.”Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah memukuli penunggu pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh limakali pukulan?”
Berkata Abu Nawas, “Ampun Tuanku, sudah sepatutnya dia menerima pukulan itu
“Apa maksudmu? Coba kau jelaskan seb orang itu?” tanya Baginda.
“Tuanku,”kata Abu Nawas.”Hamba dan p. mengadakan perjanjian bahwajika’hamba dit hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagia saya. Nah pagi tadi hamba menerima hadial maka saya berikan pula hadiah dua puluh lii
“Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kc seperti itu dengan Abu Nawas?” tanya Bagit
“Benar Tuanku,”jawab penunggu pintu g mengira jika Baginda memberikan hadiah pi
“Hahahahaha…….!Dasar tukang peras,
sahut Baginda.”Abu Nawas tiada bersalah bahwa penjaga pintu gerbang kota Baghdad a suka memeras orang! Kalau kau tidak merubah aku akan memecat dan menghukum kamu!”
“Ampun Tuanku,”sahut penjaga pintu g<
Abu Nawas berkata,”Tuanku, hamba sue tiba-tiba diwajibkan hadir di tempat ini, pai Hamba mohon ganti rugi. Sebab jatah waktu karena panggilan Tuanku. Padahal besok r untuk keluarga hamba.”
Sejenak Baginda melengak, terkejut ate tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak,” Hahahah
Baginda kemudian memerintahkan bem sekantong uang perak kepada Abu Nawas. A hati gembira.
Tetapi sesampai di rumahnya Abu Naw bahkan semakin nyentrik seperti orang gila J
Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid rm menterinya.
“Apa pendapat kalian mengenai Abu N. sebagai kadi?”3
Wazir atau perdana meneteri berkata,”Melihat keadaan Abu Nawas yang semakin parah otaknya maka sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain saja menjadi kadi.”
Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama. “Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tak layak menjadi kadi.”
“Baiklah, kita tunggu dulu sampai dua puluh satu hari, karena bapaknya baru saja mati. Jika tidak sembuh-sembuh juga bolehlah kita mencari kadi yang lain saja.”
Setelah lewat satu bulan Abu Nawas masih dinggap gila, maka Sultan Harun Al Rasyid mengangkat orang lain menjadi kadi atau penghulu kerajaan Baghdad.
Konon dalam seuatu pertemuan besar ada seseorang bernama Polan yang sejak lama berambisi menjadi Kadi, la mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda untuk menyetujui jika ia diangkat menjadi Kadi, maka tatkala ia mengajukan dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan mudah Baginda menyetujuinya.
Begitu mendengar Polan diangkat menjadi kadi maka Abu Nawas mengucapkan syukur kepada Tuhan. “Alhamdulillah….. aku telah terlepas dari balakyang mengerikan.Tapi….sayang sekali kenapa hams Polan yang menjadi Kadi, kenapa tidak yang lain saja.”
Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila? Ceritanya begini: Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak meninggal dunia ia panggil Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati bapaknya yang sudah lemah lunglai.
Berkata bapaknya, “Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku.”
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. la cium telinga kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk.
“Bagamaina anakku? Sudah kau cium?” “Benar Bapak!”
“Ceritakan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku ini.” “Aduh Pak, sungguh mengherankan, telinga Bapak yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi… yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?”
“Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?” “Watiai bapakku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini.’;
Berkata Syeikh Maulana.Tada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang scorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagf karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah resiko menjadi Kadi (Penghulu). Jika kelak kau suka menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, namun Jika kau tidak suka menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi o!eh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Sultan Harun AI.Rasyid pastilah tetap memilihmu sebagai Kadi.”
Nah, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk menghindarkan diri agar tidak diangkat menjadi kadi, seorang kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara. Waiaupun Abu Nawas tidak menjadi Kadi namun dia sering diajak konsultasi oleh sang Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan ia kerap kali dipaksa datang ke istana hanya sekedar untuk menjawab pertanyaan Baginda Raja yang aneh-aneh dan tidak masuk akal.
Diposting oleh Walid Waliyuddin di 01.35 0 komentar
Label: hikayat